Pernikahan ala Orang Batak: Siapkan Sinamot

Ilustrasi pernikahan adat Batak. (Dokumentasi. Pinterest.com)

Pernikahan adat yang dilaksanakan oleh orang Batak memiliki proses yang panjang. Ada beberapa tahapan ritual yang harus dilakukan oleh kedua pihak, baik itu dari laki-laki maupun perempuan. Tak heran sering orang mengatakan jadi orang Batak itu ribet.

Dalam tradisi pernikahan di Indonesia, sudah jelas tidak pernah lepas dari yang namanya seserahan atau mahar. Entah mengapa mahar dinilai penting untuk acara pernikahan. Mungkin karena memang sudah menjadi anjuran adat, budaya, bahkan agama untuk mewajibkan mahar.

Tidak berbeda jauh dengan suku dari daerah lain, jelas orang Batak juga menerapkan pemberian mahar yang dikenal dengan sebutan "sinamot".

Sinamot atau dalam bahasa Bataknya "Tuhor ni Boru" yang merupakan bentuk mahar yang dibayarkan pihak paranak (laki-laki) kepada pihak parboru (perempuan) jika keduanya hendak menikah. Ungkapan "Tuhor ni Boru" sering diartikan sebagai tradisi membeli si perempuan dari keluarganya. Padahal kan nggak ada transaksi manusianya.

Bagi orang Batak zaman dahulu, bahkan masih ada beberapa yang beranggapan di zaman sekarang ini, semakin tinggi nilai sinamotnya, semakin tinggi juga derajat borunya (anak perempuan) yang hendak dinikahkan itu.

Terkadang anggapan sinamot yang mahal nilainya, kerap membuat anak-anak muda Batak gagal menikah. Sebetulnya, hal tersebut tidak akan terjadi jika bisa mengutamakan esensi dan negosiasi tentang jumlah sinamot itu sendiri.

Bagi orang yang tidak paham makna sinamot mungkin akan geleng-geleng kepala, tetapi semua itu bisa dibicarakan dulu sebelum akhirnya diputuskan alias nego. Dari harga yang bikin geleng-geleng kepala, bisa dinego menjadi harga yang bikin angguk-angguk kepala deh.

Tentunya sinamot ini bukan fokus kepada si perempuannya saja, tetapi pihak lelaki juga bisa menentukan harga dari sinamot yang ingin diberikan. Keluarga dari pihak perempuan tentu harus melihat kondisi dari keluarga si laki-laki.

Perlu adanya musyarawah atau dalam rangkaian adat pernikahan orang Batak dinamakan "Marhori-hori Dinding" untuk membicarakan seberapa besar sinamotnya.

Terkadang ada saja kejadian yang tidak diharapkan, di mana harga sinamot yang ditawarkan pihak lelaki tidak sesuai hati keluarga si perempuan. Alhasil mempertaruhkan proses pernikahan kedua calon pengantin.

Tidak dipungkiri, banyak kejadian gagal menikah karena Raja Parhata alias juru runding pernikahan, tidak berhasil menemukan titik konsolidasi yang berterima bagi semua pihak.

Sinamot ini termasuk pembuktian atas cinta dan perjuangan dari si laki-laki terhadap perempuan yang ingin ia nikahi, sehingga keberadaan sinamot hukumnya wajib.

Bagi orang-orang Batak, perempuan merupakan makhluk yang sangat dimuliakan dan harus terus dipertahankan. Maka itu, mereka tak hanya dihormati dan disayangi, tetapi juga harus diperjuangkan.

Dalam keluarga Batak, jika anak perempuan yang ingin menikah sudah dirampungkan sinamotnya, orang tua akan merasa lega dan menjadi bukti bahwa anak perempuan mereka sudah mendapatkan laki-laki yang mau berjuang untuknya.

Dibalik mahal dan proses perbincangan sinamot yang cukup rumit, nyatanya sinamot ini menjadi benteng dari perceraian. Mengapa? Bayangkan saja, uang puluhan juta yang diperoleh dengan susah payah jadi tidak punya nilai akibat perceraian.

Perjuangan untuk menikah itu susah, makanya orang-orang Batak berpikir ribuan kali untuk berpisah. Walaupun tidak seratus persen terhindar dari perceraian, rata-rata orang Batak awet jika sudah menikah.

Jadi, kebanyakan orang dari suku Batak perihal pernikahan itu perlu diatur dan harus ada proses yang perlu dijalankan agar tidak keliru nantinya jika sudah membangun rumah tangga.

Comments

Popular posts from this blog

Melihat Kondisi Stasiun Depok Baru Saat Masa Pandemi

Rekomendasi Restoran di Hari Valentine, Cocok buat Dinner Bareng Pasangan